PERSIAPAN - PELAKSANAAN PELELANGAN/PEMILIHAN - PENYUSUNAN/PELAKSANAAN KONTRAK

Bersama para ahli pengadaan barang/jasa pemerintah yang bersertifikat LKPP, kami bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan

Konsultasi?

Kirim Pesan untuk Informasi Lebih Lanjut

Your Name
Your Email Address
Subject
Message
Image Verification
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Analisis Realisasi Anggaran 2008

in

Pendahuluan
Pelaksanaan anggaran dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan berbagai faktor internal dan eksternal. Sejak awal ditetapkan melalui UU Nomor 45 Tahun 2007, APBN 2008, tak terkecuali anggaran belanja pemerintah termasuk anggaran Kementerian/Lembaga mendapat tekanan dari beberapa faktor eksternal yang berkembang sangat dinamis. Pertama, krisis pangan yang terjadi di berbagai belahan dunia, telah mendorong kenaikan harga beberapa komoditi pangan strategis di pasar internasional, yang kemudian berdampak pada peningkatan harga beberapa komoditi pangan di dalam negeri, seperti beras, tepung terigu, kedele, dan minyak goreng. Perkembangan ini, selain memberikan tekanan pada peningkatan inflasi dalam negeri, juga berpengaruh pada daya beli dan konsumsi masyarakat atas beberapa komoditi pangan strategis tersebut.
Dalam rangka mengendalikan laju inflasi dan stabilisasi harga, telah diambil langkah penyediaan subsidi kedele, subsidi atau operasi pasar minyak goreng, operasi pasar khusus beras, serta penyediaan subsidi pajak dalam bentuk pajak atau bea masuk ditanggung pemerintah (DTP) atas tepung terigu, gandum, beras, minyak goreng, dan kedele.Kedua, perkembangan harga minyak dunia yang meningkat sangat tajam, hingga mencapai lebih dari 100 persen di atas asumsi harga minyak dalam APBN 2008, selain mempengaruhi perekonomian dalam negeri, juga memberikan tekanan yang sangat berat terhadap pelaksanaan APBN-P 2008. Meskipun peningkatan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price, ICP) tersebut memberikan tambahan yang cukup signifikan pada pendapatan negara yang berasal dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (Migas), namun tambahan beban belanja yang timbul sebagai dampak dari lonjakan harga minyak mentah, seperti subsidi energi baik subsidi bahan bakar minyak (BBM) maupun subsidi listrik, justru jauh lebih besar dari tambahan penerimaan migas. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak mentah Indonesia pada saat ini justru berdampak negative bagi ketahanan dan kesinambungan fiskal, yang pada akhirnya akan berdampak pula pada upaya yang telah ditetapkan sebelumnya.
Realisasi Belanja Kementerian Negara/LembagaSebagai bagian integral dari pelaksanaan APBN, belanja Kementerian Negara/Lembaga merupakan bagian dari belanja pemerintah pusat. Disamping itu juga terdapat belanja Non- Kementerian Negara/Lembaga (Pembayaran Bunga Utang, Subsidi- energi dan non energi, dan pembayaran lain-lain – BLT, keperluan mendesak, biaya jasa perbendaharaan, pengembalian dana jasa giro, biaya pemungutan PBB, dan pengeluaran terprogram) .
Secara umum, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2008 mencapai Rp 246.860,9 miliar atau menyerap 35,4 persen (mengalami peningkatan sebesar 1,7 persen dari realisasi semester I tahun 2007) dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN-P 2008 sebesar Rp. 697.071,0 miliar. Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama semester I tahun 2007 sebesar Rp. 168.675,4 miliar, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2008 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp78.835,0 miliar atau sekitar 46,9 persen. Lebih tingginya realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2008 tersebut terutama berkaitan dengan lebih tingginya realisasi pada belanja non Non- Kementerian Negara/Lembaga berupa subsidi BBM dan subsidi listrik berkenaan dengan meningkatnya harga minyak mentah di pasaran internasional. Sedangkan realisasi belanja Kementerian Negara/Lembaga mengalami penurunan 0,4 persen dari persentase semester I tahun 2007.


Sumber : LKPP
28 Agustus 2009

5 Provinsi Jadi Pilot Project E-Proc

in

PEMERINTAH mengambil lima provinsi sebagai pilot project system pemgadaan barang dan jasa public elektronis (e-procurement) karena dinilai siap dari sisi infrastruktur teknologi informasi.
Kelima provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Barat.
Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Roestam Sjarief memaparkan hal itu, dalam kunjungannya ke kantor Media Indonesia, di Jakarta Kemarin.
Pemilihan kelima provinsi sebagai pilot project didasarkan kesiapan infrastruktur teknologi informasi yang dimiliki. Selain itu, ada dukungan sumber daya manusianya,” ujar Roestam.
Dari Pilot project itu, lanjut dia, ke depannya akan disiapkan disiapkan cluster-cluster yang akhirnya bisa disatukan dalam sebuah jaringan nasional. “Agar penawaran barang bisa lebih luas dan makin bervariasi,” katanya.
Pada 2010 mendatang, LKPP juga berencana menerapkan system e-procurement pertama di kementerian/lembaga, pada proyek pengadaan kendaraan dinas. Selanjutnya akan disiapkan e-procurement untuk pengadaan infrastruktur.
“Soalnya untuk pengadaan mobil ini yang paling gampang. Selain perusahaan-perusahaan memang sudah menyiapkan diskon tersendiri, ini juga termasuk pengadaan barang yang paling gampang,” jelasnya.
Secara keseluruhan, Sekretaris Utama LKPP Agus Rahardjo menambahkan, saat ini tercatat sudah 20 pemerintah daerah (pemda) yang telah menerapkan sistem e-procurement.
Hingga 27 Juli 2009, Jawa Barat tercatat memegang rekor tertinggi pengadaan barang/jasa yakni, sebanyak 435 paket. Nilai pagunya mencapai Rp 828 miliar. Disusul Kota Banjarbaru Rp. 87,6 miliar, dan Provinsi Gorontalo Rp. 82,6 miliar.
Selain pemda, ada empat instansi lain yang sudah menggnakan sistem e-procurement ini, yakni Departemen Keuangan, Departemen Pendidikan Nasional, PT Kawasan Berikat Nusantara, dan LKPP sendiri.
Sebelumnya, Sesmeneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berharap, system e-procurement diharapkan dapat menekan angka kebocoran anggaran pada tender pengadaan barang/jasa yang ada.
Tahun ini nilai belanja pemerintah dalam APBN dan APBD mencapai Rp 1,060 triliun, terdiri dari belanja pusat Rp 750 triliun dan belanja pemda Rp. 310 triliun.
Dari angka itu, sekitar Rp 320 triliun digunakan untuk belanja barang/jasa pemerintah.

SUMBER : KORAN MEDIA INDONESIA
SABTU, 22 AGUSTUS 2009

Pangkas Bujet dengan Tender Elektronik

in

Pangkas Bujet dengan Tender Elektronik
27 Agustus 2009
Teknologi internet menawarkan sejumlah kemudahan dalam proses tender. Manfaatnya terasa hanya dalam hitungan detik. (Ririn Radiawati Kusuma)
Proyek pengadaan barang dana jasa dalam suatu institusi sering menimbukan banyak permasalahan. Hal itu dipicu adanya kerumitan prosedur yang harus dilalui.
Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang yang memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari pengumuman lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan pemenang tender, sampai banding jika ada peserta tender yang tidak terima.
Proses yang berbelit dalam tender itu berpotensi menimbulkan beragam penyelewengan. Lihat angka berikut ini.
Menurut komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada awal 2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses pengadaan barang dan jasa (procurement).
Sementara itu, menurut studi Bank Dunia tentang Country Procurement Assessment Report (CPAR) 2001 disebutkan belanja Negara di Indonesia bocor sampai 10% - 50%. Lemahnya kapabilitas pengelola barang dan jasa pemerintah menjadi penyebab kebocoran itu.
Padahal anggaran terus naik. Tahun ini anggaran pengadaan barang/jasa dinaikkan menjadi Rp 301,71 triliun dan Rp 302,85 triliun dalam RAPBN 2010.
Melalui e-procurement, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Roestam Sjarief mengatakan tindakan korupsi dan kebocoran untuk pengadaan barang dan jasa bisa dicegah.
Metode ini, katanya, terbukti berhasil diterapkan di beberapa Negara maju maupun Negara berkembang.
“Angka korupsi bisa ditekan karena tidak ada pertemuan langsung. Di samping itu, dengan adanya e-procurement ini bisa menghemat anggaran dan waktu,” ungkapnya kepada Media Indonesia, belum lama ini.
Di Indonesia, penentuan besaran anggaran untuk suatu kementerian/lembaga dan pemerintah daerah baru diketahui sekitar Maret. Ditambah masa lelang dan tender, pengadaan barang dan jasa baru bisa dimulai pada Juni. Inilah yang menyebabkan penyerapan anggaran cenderung meningkat di kuartal ketiga dan keempat.
“Dengan adanya e-procurement, DIPA sudah diketok, langsung bisa milih barang dan dananya dicairkan. Mungkin hanya dalam hitungan hari, tidak lagi dalam hitungan bulan,” ungkap Roestam.
Infrastruktur kurang
Ia berharap geliat e-procurement di Indonesia bisa seperti Korea Selatan. Di ‘Negeri Ginseng’ itu, e-procurement dilakukan melalui katalog elektronik yang berisi daftar peserta tender beserta produk dan harga yang ditawarkan.
Sebab, dalam katalog itu sudah tercantum rinci produk dan pilihan kualitas barang/jasa yang dicari.
“Jadi ketahuan mana yang lebih murah dan berkualitas bagus. Bisa saja langsung tunjuk disitu. Tidak ada ketemu muka, jadi kesempatan untuk suap sedikit,” jelas Roestam.
Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa daerah yang menggunakan sistem e-procurement ini. Malah, di Jawa Barat, sudah berhasil menghemat anggaran sebanyak 28%. Untuk di daerah lain, kata Roestam, implementasi e-procurement masih butuh waktu panjang.
Minimnya infrastruktur internet masih menjadi ganjalan utama sistem e-procurement ini. Proyek fiber optic di Indonesia bagian timur, misalnya, diduga baru akan selesai tiga tahun lagi.

ririn@mediaindonesia.com
Sumber: Media Indonesia – Kamis, 27 Agustus 2009